Senin, 15 Oktober 2012

Asah Otak, Asah Hati

Ukhti, kita pasti pernah kesal ketika keadaan tidak memihak kita. Dengan kata lain lingkungan mengganggu konsentrasi kita terhadap suatu pekerjaan. Rasanya memang menyebalkan ketika misalnya, pada beberapa orang termasuk saya yang hanya bisa belajar pada suasana sepi (mungkin juga kita), tapi ternyata orang di rumah, teman satu kos atau  bahkan tetangga membuat kegaduhan yang membuat konsentrasi buyar dan kita pun uring-uringan.

Salahkah kita?

Salahkah mereka?

Sebenarnya bicara soal salah dan benar, menurut perspektif saya tidak ada yang perlu disalahkan. Kita hanya perlu saling mengerti, memahami hak dan kewajiban, karena bagaimana pun di dunia ini kita adalah makhluk sosial, hidup berdampingan, dan yang paling penting adalah bahwa semua muslim adalah bersaudara.

Lantas, bukan salah mereka jika membuat kegaduhan, dalam konteks ini terkadang bisa jadi kegaduhan kecil seperti mendengarkan musik atau menyanyi (karena bisa menjadi masalah besar bagi sebagian orang). Coba renungkan bersama, mereka pun punya hak untuk bebas mengekspresikan diri. Mungkin juga itu waktu untuk menghibur diri ketika mereka jenuh. Pun bukan salah kita pula yang punya pola belajar di tempat sepi.

Karena itulah, jika kita berada di posisi 'tersangka' dalam kasus ini membuat kegaduhan, maka perlu bagi kita untuk mempertajam respect terhadap lingkungan. Selalu pikirkan dan ingatlah bahwa orang lain belum tentu senang dengan apa yang kita lakukan.

Namun jika kita menjadi korban kegaduhan, jangan langsung jengkel. Percaya, jengkel hanya akan membuat proses belajar kita selanjutnya menjadi lebih tidak konsentrasi. Carilah solusi untuk diri kita. Kita yang mengenal diri kita sendiri, dan lebih tahu bagaimana cara untuk membuat diri kita nyaman. Kita bisa juga mencari tempat yang lebih tenang, yang mungkin justru disanalah kita menemukan titik kepuasan tertinggi dalam belajar. Walaupun tidak semua keadaan memberikan hasil yang nyata, setidaknya kita berusaha menghindari sumber gangguan dan fokus meneruskan belajar

Atau kita bisa juga mengerjakan pekerjaan lain di prioritas kedua yang tidak membutuhkan konsentrasi tinggi. Tentu butuh keahlian dalam menyusun skala prioritas. Bukan berarti juga mengerjakan hal-hal yang tidak terlalu penting.

Makanya, yuk kita mulai latihan peduli terhadap keadaan di sekitar kita khususnya efek kegiatan yang kita lakukan terhadap orang lain, dan juga latihan manajemen diri. Sudah sewajarnya hal tersebut kita lakukan sebagai seorang muslim yang baik, muslim yang pandai otak dan hatinya. :)

Sabtu, 28 April 2012

Do Your Best, Right Now!

Banyak dari kita tidak memanfaatkan waktu dengan baik. Mungkin bukan karena tidak tahu akan tujuan, harapan atau cita-cita. Bukan juga dengan sengaja mengabaikannya dan dengan santainya menanti apa yang akan terjadi. Tapi lebih pada hilangnya "kesadaran diri akan kesempatan yang jelas ada dalam hidup ini". Atau banyak juga yang sadar, namun tak juga menyadari apa yang harus dilakukan.

Sebenarnya kita hanya perlu melakukan yang terbaik yang bisa kita lakukan, kapan pun, dimana pun dan dalam kondisi apa pun. Alasannya simpel, hidup ini ibarat sebuah jalan yang asing. Kita tidak pernah tahu apa yang ada di ujung jalan ini, apa yang akan terjadi di masa depan. Tapi faktanya segala hal positif yang kita temukan di jalan itu dapat menuntun kita ke arah yang baik. Ya, apa yang kita lakukan hari ini bisa jadi akan sangat mempengaruhi kehidupan kita di masa mendatang.

Well, saya beri contoh nyata saja.. Saya seorang siswi di sebuah SMA Negeri. Saya pernah memiliki cita-cita untuk melanjutkan kuliah di Universitas di Jakarta, dan mimpi itu seketika hancur lebur ketika ayah saya mengharuskan saya menjadi seorang akuntan dan kuliah di sekolah ikatan dinas. Waktu itu kakak saya pun sudah 'dipaksa' juga, dia diterima di sana dan alhamdulillah sekarang sudah ikhlas walaupun awalnya tidak bisa menerima sepenuh hati.

Sedangkan saya yang waktu itu masih kelas XI, pasrah saja seolah tidak ada kesempatan untuk mengelak, mengingat ayah saya orangnya keras. Disadari atau tidak, pemaksaan itu membuat saya menjadi tidak maksimal dalam belajar. Ya, saya pikir untuk apa pula nilai rapor saya bagus? Toh rapor saya tidak akan berguna untuk mendaftar di sekolah tersebut. Selain itu saya pun menjadi lebih mencurahkan tenaga dan pikiran untuk rohis sekolah dan konsentrasi mengikuti suatu ajang perlombaan tahunan.

Awal kelas XII, sekolah ikatan dinas yang niatnya akan saya masuki ternyata hanya membuka untuk tingkat D-1. Ayah saya kaget, nyatanya sekolah seperti itu memang mengikuti permintaan dan kebutuhan pemerintah. Saat itu saya menjadi semangat dan melakukan 'negosiasi' dengan ayah saya. Kalau saya bisa memenangkan perlombaan yang saya ikuti di tingkat nasional, beliau mengizinkan saya sekolah di jurusan yang saya inginkan, tapi dengan syarat harus 'murah' dan harus di Universitas di kota Jogja/Solo.

Alhamdulillah dengan perjuangan keras, sesuai perjanjian, ayah saya akhirnya memberikan restu untuk kuliah di jurusan yang saya inginkan. Jalur undangan (dulunya PMDK) terbuka lebar untuk saya. Tapi, rasanya ingin menangis saja. Saya sudah menghancurkan nilai rapor kelas XI. Padahal Allah telah membuka jalan untuk saya meraih harapan saya. Tentu bukan salah ayah saya yang menginginkan saya menjadi seorang akuntan. Saya sendiri saja yang tidak sadar bahwa hidup ini memiliki banyak celah untuk kita meraih mimpi.

Singkat cerita, dengan harap-harap cemas saya membulatkan tekad untuk mendaftarkan diri. Walaupun belum pengumuman, sambil terus berdo'a saya mencoba terus belajar keras dan menanamkan mindset kemungkinan terburuk untuk mengikuti tes tertulis. Belajar dari pengalaman, saya bertekad tidak akan mengulangi kebodohan saya lagi atau berpaling dari kesempatan yang jelas terpampang di depan mata.

Semoga pengalaman saya bisa menjadi pelajaran untuk kita semua. Aamiin..
Yuk, kita sadari dan manfaatkan betul-betul kesempatan yang ada dalam hidup ini.
It's true that "Experience is The Best Teacher"
Do Your Best Right Now! :)




Jumat, 20 April 2012

Muhasabah Waktu

Ukhti, waktu adalah hal yang 'ajaib'. Ia sering dinanti, namun sering pula disesali kedatangannya. Ia bisa memberikan kita kebaikan, dapat pula memberi kemaksiatan. Ia hanya terjadi sekali dan tak akan terulang kembali. Masalahnya, bagamana kita menyikapi waktu? Waktu yang hanya sementara di dunia ini..?

Seperti yang tercantum dalam QS Al-Ashr : 1-3

"Demi masa. Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholeh dan nasehat-menasehati supaya menaati kebenaran, dan nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran"

Selain itu, ukhti ingat kan dalam sebuah hadist, Rasulullah SAW pernah bersabda:

"Manfaatkanlah lima perkara sebelum lima perkara: 1. Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu, 2. Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, 3. Masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu, 4. Masa luangmu sebelum masa sibukmu, 5. Hidupmu sebelum datang kematianmu." (HR. Al Hakim)

Nah, ayat dan hadist diatas membuktikan pentingnya waktu. Namun banyak dari kita rupanya belum dapat memanfaatkan waktu dengan baik. Yuk renungi sejenak, sudahkah selama ini kita banyak beribadah dan beramal sholeh? Seberapa banyak yang dapat kita andalkan untuk mendapatkan tiket surga?

Sebagai contoh saja, usia saya sekarang 17 tahun. Dikurangi sebelum masa puber 11 tahun, berarti sudah 6 tahun hidup saya tercatat amalan baik-buruknya. Anggaplah usia kita semua sekitar 63 tahun, tidak seperti Nabi-nabi dan umatnya pada zaman terdahulu yang dapat mencapai usia 950 tahun, umat Nabi Muhammad SAW berkisar 60-an seperti beliau yang wafat pada usia 63 tahun.

Maka masih ada 46 tahun lagi kesempatan saya untuk hidup. Kalau dihitung berarti masih ada 73,01% dari umur keseluruhan, atau 88,46% dari total catatan amal. Lalu, apakah dengan sisa itu cukup untuk mencari bekal mendapatkan tiket surga jika dibanding dengan banyaknya dosa yang telah kita lakukan? Walaupun kita dapat memperkirakan usia dan amalan kita, namun kehendak Allah SWT bukanlah sekadar hitungan matematis..

Bisa dibilang usia kita yang singkat cukup merugikan untuk mencari bekal akhirat, namun menguntungkan pula untuk terhindar dari maksiat. Kalau kita renungi, Allah SWT sebenarnya telah adil dan memberikan banyak kemudahan bagi setiap hamba-Nya untuk menggapai surga. Walaupun batasan kita singkat, banyak amalan kecil yang apabila dilakukan mendapatkan pahala berlipat ganda. Terlebih lagi amalan yang dilaksanakan di Bulan Ramadhan. Seperti Lailatul Qadar yang menjamin pahala seribu bulan (kira-kira 80 tahun). Kalau kita bisa mendapatkannya setiap Ramadhan, bukan berarti kita tidak bisa mengimbangi umat Nabi pada zaman terdahulu. 

Kemudian yang perlu kita sadari dan harus selalu sadar adalah hanya Allah yang tahu kapan kita meninggal.. Memang banyak orang yang diberi umur "bonus" oleh Allah (lebih dari 60-an), tapi tidak sedikit pula yang harus meninggal di usia muda. Jika tiba-tiba hari ini saya harus menghadap-Nya, apa cukup 6 tahun yang saya jalani untuk mendapat surga-Nya? Sedangkan saya sadar betul saya hanya manusia biasa yang banyak berdosa. Bagai mana jika ukhti sekalian yang mengalami?

Dalam sebuah hadist..

"Abdullah bin Busr ra meriwayatkan bahwa ada seorang Arab Badui berkata kepada Rasulullah SAW: "Wahai Rasulullah, siapakah sebaik-baik manusia?" beliau menjawab: "Siapa yang paling panjang umurnya dan baik amalannya."" (HR.Tirmidzi dan dishahihkan oleh al-Albani di dalam Shahihut Targhib wat Tarhib (no 3363))
Semoga kita termasuk di dalamnya. Aamiin..

Nah Ukhti, sekali lagi yuk kita muhasabah diri kita selama ini. Kemudian berbenah diri dan siapkan untuk menjadi muslimah yang lebih baik, menata hidup dan waktu yang ada untuk mengumpulkan bekal sebanyak-banyaknya demi menggapai surga Allah.

Keep Istiqomah! ^^



Sabtu, 07 April 2012

Puisi Rindu

Tetes gelisah merajut pilu
Dicekam dingin langit kelabu
Sesal dan harap teruntai syahdu
Dalam ungkapan hati nan sendu
Jiwaku pun tersedu
Aku tak mau cinta yang palsu
Tak ingin kasih yang semu
Dan terjerat sesat buaian rayu
Cukup sudah jalan berliku
Kala meninggalkanku sendiri mengadu
Mencerca bodohnya diriku
Namun kini kutahu
Hanya cinta-Mu tak lekang oleh waktu
Kasih-Mu merasuk ke dalam kalbu
Menyisakan setetes rindu
Rindu berjumpa dengan-Mu

Rabu, 04 April 2012

Taksi Muslim Jerman Cegah Pelecehan

Awal April, lagi-lagi muncul berita tentang pelecehan wanita di angkutan umum. Heboh, mengingat korbannya seorang artis FTV pendatang baru. Kali ini pelecehan terjadi di atas taksi. Angkutan yang dipandang berkelas, aman dan nyaman ternyata menimbulkan masalah. Bagaimana tidak? Sang artis cantik hanya sendirian, menaiki taksi yang dikendarai seorang laki-laki. Alhasil banyak celah untuk perbuatan maksiat.

Kali ini saya tak ingin membahas spesifik dari sudut pandang sang artis/korban, karena sudah saya bahas pada tulisan yang lalu. Sekilas mengingatkan saja, bahwa sudah seharusnya kita menjaga aurat dan pandangan mata kita. Tapi itu saja tak cukup, kita juga harus menghindari ikhtilath (berbaurnya lawan jenis dalam suatu tempat) dan khalwat (berdua-duaan dengan lawan jenis)

Kasus kali ini lebih erat berkaitan dengan "khalwat" .Walaupun didasarkan karena profesi sebagai supir dan penumpang, kalau syaitan sudah bersemayam dalam hati, tak bisa ditebak apa maunya. Maksiat bisa terjadi kapan saja. Kalau dipikir lagi, susah juga jadi wanita. Naik busway/angkutan umum bisa bahaya, naik taksi pun bahaya, masa harus bawa kendaraan pribadi semua? Jalanan kita sudah cukup padat dengan segala jenis kendaraan dan polusi yang memperparah keadaan.

Sebenarnya tidak perlu ambil pusing kalau kita berjalan dalam koridor Islam. Menjaga dari diri sendiri sebagai langkah awal. Toh semuanya baik dan untuk kebaikan kita. Tapi alangkah baiknya jika tersedia fasilitas untuk memberi keamanan transportasi khususnya bagi para wanita. Tak harus dari pemerintah, inisiatif seseorang pun bisa memberikan manfaat bagi umat Islam. Contohnya yang ada di Jerman ini nih..

Seorang warga Jerman keturunan Irak bernama Selim Reid (24) menyediakan fasilitas yang diberi nama "Muslim Taxi". Ia terinspirasi karena banyak kejadian tidak menyenangkan yang menimpa muslim Jerman di atas taksi. Apalagi jika sang supir membenci umat muslim, seperti yang dialami ibunya sendiri pada tahun 1996. Sang supir mencaci Islam selama perjalanan mengantarkan ibu Reid. Selain itu, banyak umat Islam yang mengeluh bahwa mereka tidak dapat menggunakan hak sesuai dengan keimanan mereka, karena tidak terdapat pemisahan gender yang sesuai syari'at.

Di Taksi Muslim ini penumpang dapat memilih supir sesuai dengan jenis kelaminnya. Supir muslimah untuk penumpang muslimah, dan supir muslim untuk penumpang muslim. Reid sendiri mengatakan layanan taksinya mendapat sambutan positif dari umat Islam di Jerman "Pemisahan mahram adalah bagian dari Syari'at dan itu merupakan bagian dari iman kita, dan Islam merupakan bagian dari Jerman juga."

Walaupun kehadiran taksi ini dianggap ekstrim, Reid berharap agar orang non-muslim pun mau untuk menaikinya, tentu sebagai sarana bagi mereka yang tertarik untuk mengenal islam lebih dalam. Waah, selain mencegah pelecehan baik pelecehan agama maupun seksual, taksi ini juga digunakan sebagai sarana dakwah. Give applause! :D

Hmm, itu di Jerman. Bagaimana di Indonesia..??

{link url="http://muslimtaxi.de/"}Sumber Gambar{/link}


Ujian ataukah Azab?

Tausiyah dari Ustadz Yusuf Mansur di salah satu episode Wisata Hati membuat saya ingin berbagi dengan kalian.. Mungkin ukhti sudah pernah menonton juga? Tapi, semoga bermanfaat :)


Ujian ataukah Azab..??


Manusia pasti pernah ditimpa masalah, entah itu dari segi kesehatan, finansial, apapun itu. Dan banyak dari kita terlalu cepat menyimpulkan bahwa masalah-masalah itu adalah ujian. Atau malah hanya berpikir "sedang sial" saja tanpa ada usaha untuk "menengok diri sendiri" dalam menghadapi masalah itu.Tapi yakinkah jika masalah itu benar-benar ujian??


Pada dasarnya ujian dan azab yang kita terima adalah bentuk kasih sayang dari Allah, masing-masing memiliki pintu tersendiri yang harus dilalui untuk mendapatkan ridho-Nya. Lantas, bagaimana kita tahu bahwa masalah itu ujian atau azab? Yang pertama harus kita lakukan jika tertimpa musibah adalah "instrospeksi". Jika kita yakin bahwa hampir tak ada kesalahan atau perbuatan dosa yang dilakukan sampai harus mendapat azab dunia, misal tidak melakukan maksiat, sholat fardhu tepat waktu, tilawah, sholat sunnah tidak ketinggalan, rawatib, dhuha, tahajjud, tidak menyakiti orang lain, dll, bisa kita simpulkan bahwa masalah itu adalah ujian. Dan pintu yang harus kita lalui adalah "sabar". Dengan kesabaran, semua masalah akan berlalu seperti angin. Dan Insya Allah, Allah akan mengganti apa yang menjadi masalah kita dengan yang kebaikan berlipat ganda.


Tapi, jika kita masih mendapati diri melakukan perbuatan dosa, bisa jadi masalah itu adalah azab. Yang tahu apakah itu benar-benar azab sudah pasti hanyalah diri kita sendiri dan Allah saja. Dan yang harus kita lakukan ketika menyadarinya adalah melalui 2 pintu yaitu "taubat" dan "sabar". Memang butuh 2x perjuangan lebih besar dibanding menghadapi ujian. Tapi itulah resiko yang harus dihadapi akibat dosa yang kita lakukan, dan kita seharusnya lebih bersyukur, karena itu berarti Allah sayang dan menunjukkan jalan kepada kita untuk membersihkan diri dari dosa2 yang kita lakukan. Daripada kita harus menerima azab akhirat yang jauh lebih menyiksa. Jadi, segeralah bertaubat, membenahi diri dan jangan ulangi lagi kesalahan yang sama. Niscaya Allah mengampuni dosa dan menaikkan derajat kita di hadapan-Nya.


Satu hal yang perlu ditekankan adalah ujian atau azab itu hanya diri kita sendiri dan Allah yang tahu. Tidak pada tempatnya jika kita terlalu mudah menyimpulkan seseorang terkena azab karena dosa yang ia lakukan. Jangan sampai justru menjadikan kita su'udzon terhadap orang lain. Jadi pada dasarnya jika kita ditimpa musibah baik karena memang sedang diuji maupun azab karena dosa yang kita lakukan, sudah selayaknya kita terima dengan lapang dada dan senang hati. Karena keduanya adalah peluang untuk meraih ridho-Nya, tergantung bagaimana kita menyikapinya, melalui pintu-pintu yang harus dilalui dan lolos dengan predikat hamba-Nya yang bertakwa.. :)
Wallahu a'lam..

Jari Tengah dan Telunjuk


Beberapa hari yang lalu.. Tampak mendung menggelayuti langit sore itu, angin bertiup kencang menandakan hujan akan segera turun. Suara gemuruh petir pun semakin sering terdengar. Parkiran motor di sepanjang pertokoan pusat kota mulai dipadati manusia yang saling berlomba membebaskan motornya ke jalan raya agar dapat segera pulang. Mereka menghindar dari hujan, seolah hujan adalah musibah mengerikan yang harus segera dihindari. Namun bukanlah hujan yang menjadi inti pembicaraan kali ini, melainkan dua wanita paruh baya yang di tengah hiruk pikuk itu sedang bersusah payah mencari orang-orang yang masih memiliki hati nurani untuk mau berbagi. Keduanya membawa kardus berisi puluhan, tidak.. mungkin ratusan lembar amplop bertuliskan nama salah satu panti asuhan di daerah Purbalingga. Ya, mereka mencari sumbangan untuk anak-anak yatim piatu yang ada di sana. Anak-anak itu berhak untuk hidup seperti kita, berhak mendapat pendidikan, berhak mendapatkan penghidupan yang layak dan kasih sayang keluarga. Ah, betapa mulianya wanita itu.. Mereka mau bersusah payah memperjuangkan hak-hak anak yatim. Sejenak saya termenung, teringat sebuah hadist yang saya dapat waktu duduk di Madrasah Ibtidaiyah..


قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : 
اَنَا وَكَافِلُ اْليَتِيْمِ فِي الْجَنَّةِ كَهَاتَيْنِ (رواه البخاري)

Artinya: “Aku (Muhammad SAW) dan pengasuh anak yatim kelak disurga seperti dua jari ini (Rasulullah SAW menunjuk jari telunjuk dan jari tengah dan merapatkan keduanya)”. (HR Bukhari)


Telah jelas Rasulullah SAW menjanjikan kedudukan yang mulia di surga untuk orang yang mau menyantuni anak yatim. Begitu dekat dengan beliau sampai-sapai diibaratkan seperti dekatnya jari tengah dan jari telunjuk. Subhanallah, siapa yang tidak mau berada sedekat itu dengan Rasulullah..?? Mungkin status kita masih pelajar (bagi yang pelajar), namun bukan berarti tak ada yang bisa kita lakukan untuk memberi santunan bagi mereka. Bersedekah dengan sebagian uang saku kita bisa menjadi sebuah langkah awal yang baik. Semoga suatu saat nanti setelah kita menjadi orang sukses, kita bisa melakukan hal "lebih" seperti membangun panti asuhan. Aamiin...Semoga kita selalu diingatkan untuk menjadi hamba-Nya yang peduli terhadap hak-hak anak yatim, dan diberi kekuatan untuk menjalankan perintah-Nya, agar dapat berada dekat dengan Rasulullah SAW di surga sedekat jari tengah dan jari telunjuk.. Aamiin Yaa Robbal 'Alamiin.. :')

Rabu, 28 Maret 2012

Ummul Mukminin

Assalamu'alaikum..

Ukhti, pasti sering mendengar istilah ummul mukminin. Ya, itu adalah gelar bagi istri-istri Rasulullah Muhammad SAW. Ummi artinya ibu, sedangkan mukminin artinya orang-orang yang beriman. Jadi, ummul mukminin berarti Ibu bagi orang-orang yang beriman. Dan sebutan itu dijelaskan dalam Al-Qur'an 

"Nabi itu lebih utama bagi orang-orang mukmin dibandingkan diri mereka sendiri dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka." (QS. 33/Al- Ahzab: 6) 

Mungkin kita pernah bertanya-tanya, mengapa Rasulullah menikah hingga 11 kali? Tentu saja bukan seperti yang banyak orang non-muslim katakan bahwa beliau berpoligami hanya untuk bersenang-senang. Tapi dengan pertimbangan kemanusiaan dan untuk menyebarkan agama Islam, khususnya mengenai masalah kewanitaan dan rumah tangga. Karena, wanita pada zaman Nabi malu untuk menanyakan hal-hal seputar masalah tersebut dalam ketentuan Islam jika harus bertanya langsung pada Nabi. Bayangkan jika Nabi hanya beristri 1, kajian fiqih wanita masa kini mungkin saja sangat sempit dan menimbulkan banyak pertanyaan yang tidak terjawab.

Selain itu, kebanyakan istri Nabi adalah janda tua yang ditinggal wafat suaminya, yang membutuhkan pertolongan dan tak memiliki harta maupun sanak saudara, atau dari kalangan budak. Hanya Aisyah lah yang masih perawan, itu pun masih berusia 9 tahun ketika dinikahi. Dan karena masih muda, Nabi menginginkan agar dengan kecerdasannya, Aisyah dapat dengan mudah menyerap ilmu agama yang diberikan untuk kemudian disebarkan kepada ummat.

Jadi, salah besar kalau kita berpikir bahwa Rasul hanya bersenang-senang dengan istrinya, karena Rasul pun sepanjang hidupnya disibukkan dengan jihad dan berdakwah. Bagaimana bisa dikatakan seperti itu sedangkan Rasul saja dalam hidupnya berada dalam kekurangan harta duniawi. Ya, Rasul dan istri-istrinya hidup dengan kezuhudan yang luar biasa.

Nah, siapa sajakah para ummul mukminin yang perlu kita ketahui?

1. Khadijah binti Khuwailid
2. Saudah binti Zam'a
3. Aisyah binti Abu Bakar
4. Hafsah binti Umar
5. Zainab binti Khuzaima
6. Salamah binti Umayyah
7. Zainab binti Jahsy
8. Juwairiyah binti Al-Harist
9. Habibah binti Abu Sofyan
10. Shofiyyah binti Huyay
11. Maimunah binti Al-Harist

Mereka semua adalah sosok yang perlu kita teladani, merekalah ummul mukminin yang memberikan contoh pada kita bagaimana menjadi muslimah yang sesungguhnya. 

Nah Ukhti, sekian dulu ya.. Insya Allah lain waktu kita belajar bersama mengenai keutamaan dari masing-masing ummul mukminin.

Wassalamu'alaikum.. :)

Sabtu, 24 Maret 2012

Pelecehan di Atas Angkutan, Siapa yang Salah?


Tulisan ini sebenarnya sudah lama saya posting di facebook tanggal 28 Desember 2011.
Tapi tak ada salahnya saya posting disini.. Semoga bermanfaat :)

Kemarin sore saya menonton berita di TV, ada sebuah kalimat yang memancing saya untuk berpikir: "Minimalisir pelecehan, busway terapkan area khusus wanita". Well, saya rasa itu sebuah langkah baik yang dilakukan pemerintah Jakarta menanggapi maraknya kasus pelecehan seksual terhadap wanita di atas angkutan, terlepas dari keefektifannya sendiri. Tapi, mari kita pikir secara logika, apakah cukup hanya membatasi area antara laki-laki dan perempuan?

Ikhtilat (berbaur lawan jenis) memang hampir sulit untuk dihindari, apalagi di angkutan umum yang penumpangnya memang berdesakan, Islam pun memperingatkan kita untuk tidak ber-ikhtilat. Dalam kasus ini, ikhtilat memang menjadi salah satu penyebab, tapi ada hal yang lebih penting dari itu.. Sudahkah para wanita menutup aurat dengan benar dan syar'i??

Sejauh ini, selalu laki-laki yang disalahkan atas tindak pelecehan yang terjadi. Oke, dari satu sisi mereka memang salah. Saya wanita, batin saya pun merasa dilecehkan ketika mendengar pemberitaan itu. Namun saya mencoba berpikir logis dan melihat dari sudut pandang yang berbeda.

Islam menjadikan wanita indah bagi laki-laki..


3:14

 
" Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik" (Q.S. Ali-Imran: 14)

Namun, wanita dapat menjadi fitnah bagi mereka..
Dari Usamah bin Zaid, ia berkata, "Rasulullah SAW bersabda, 'Tidaklah aku tinggalkan setelah kematianku kelak sebuah fitnah kekacauan yang lebih berbahaya bagi kaum laki-laki dari pada fitnah (yang disebabkan) wanita." Shahih: Ash-Shahihah (2701). Muttafaq 'Alaih.

Untuk itulah Islam telah memerintahkan wanita untuk berjilbab..

33:59
 
“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: ‘Hendaklah mereka mengulurkan* seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. “ (Q.S. Al-Ahzab: 59)

Dan perintah untuk ghaddul bashor (menjaga pandangan dari yang diharamkan), lebih ditekankan kepada laki-laki..
 Imam Abu Daud meriwayatkan sebuah hadits dari Buraidah yang derajatnya hasan, bahwasanya Rasulullah SAW berwasiat kepada Ali ra, “Wahai Ali! Janganlah engkau turutkan pandangan matamu! Adapun pandangan matamu yang pertama, itu tiadalah mengapa hukumnya, sedangkan pandangan berikutnya adalah haram hukumnya”.
Nah, jika pandangan yang disertai syahwat saja dilarang, bagaimana dengan tindak pelecehan yang marak terjadi kini. Na'udzubillah..

Masih banyak hadist maupun ayat yang menerangkan terkait masalah ini.. Saya rasa sudah cukup jelas Islam mengajarkan kepada kita. Saya heran dengan para wanita aktivis pembela feminisme yang melakukan demo menolak pelecehan dan membela hak asasi memakai pakaian mini. Mereka tidak terima jika pakaian mini dikaitkan dengan penyebab pelecehan dan pemerkosaan.





Jelas sebuah kesalahan besar.. Sebuah pola pikir yang salah. Pun tak salah mereka dilecehkan, di mana rasa malu mereka?? Kecuali jika mereka sudah menutup aurat sebenar-benarnya namun masih saja terjadi pelecehan, disini saya berani dengan tegas mengatakan bahwa laki-laki si pelakulah yang memang GILA dan KURANG AJAR.Jadi, seharusnya kita sebagai manusia dapat menempatkan diri pada fitrahnya masing-masing. Mari kita saling menjaga diri dari godaan syaithan. Salah satunya dengan wanita berpakaian dan  berjilbab syar'i, laki-laki menahan pandangan.. Karena kesalahan yang diperbuat oleh satu pihak dapat menjerumuskan pihak yang lain. Mari kita bersama-sama menciptakan kehidupan yang aman dan nyaman..Karena Islam, telah menjawab segalanya.. Karena Islam, hidup kita tentram.. :) 


Tulisan ini saya bagikan sekedar share pendapat. Mohon maaf dan koreksinya jika ada kesalahan, karena kesalahan datangnya dari saya sendiri. Dan jika ada kebenaran, maka datangnya dari Allah. Semoga bermanfaat.Wallahu a'lam bisshowab.

Selasa, 20 Maret 2012

Sejarah Jilbabku

Assalamu'alaikum..

Apa kabar, ukhti? Semoga selalu dalam lindungan-Nya. Aamiin..
Sebagai tulisan pertama, saya ingin sedikit berbagi cerita/pelajaran yang saya ambil dari hidup saya sendiri. Semoga bermanfaat, terutama untuk ukhti yang sedang/baru ingin berjilbab.. :)

Banyak wanita ingin berjilbab, namun terhalang berbagai hal. Yang paling sering saya dengar adalah karena 'katanya' imannya belum kuat, takut belum siap, dll. Pernahkah kita memperhatikan anak-anak kecil/balita yang sudah dilatih untuk berjilbab. Padahal kalau ditanya, iman mereka mungkin saja belum sekuat kita yang seharusnya lebih paham soal agama Islam

Cerita saya nih.. Dulu saya pertama kali berjilbab kelas 3 SD. Waktu itu saya pindah dari SD negeri ke MI, tepatnya MI Istiqomah Sambas dengan kemauan saya sendiri. Bukan karena saya ingin mendalami agama Islam, tapi karena MI saya itu masih baru dan merupakan satu-satunya sekolah bertingkat di Purbalingga. Haha.. Ya, itu benar-benar keinginan saya, seorang gadis kecil berusia 8 tahun dengan pola pikir yang sangat sederhana. :)

Karena sekolah di MI, saya diharuskan berjilbab ke sekolah. Tapi saya hanya berjilbab di sekolah, tidak untuk jalan-jalan atau sekedar keluar rumah. Lama-kelamaan mulai muncul rasa malu jika tidak berjilbab. Awalnya dengan teman laki-laki yang sering mampir ke rumah untuk membeli ikan (kebetulan ibu saya punya usaha ikan hias). Rasa malu itu pun simpel, seperti "Kamu kan nggak boleh liat rambutku di sekolah, di mana pun harusnya nggak boleh".

Semakin lama rasa malu itu berkembang. Kelas 6, saya masih sering keluar dan 'pamer' rambut. Dan sesering saya keluar, sesering itulah saya bertemu dengan guru-guru MI.. Saya mulai berpikir "Kenapa aku nggak pake jilbab, kasian guru-guru yang udah ngajarin di sekolah dan berharap aku jadi anak yang sholehah. Kenapa aku nggak nurut?"

Sejak itu saya bertekad untuk berjilbab saat keluar rumah. Di SMP negeri, pemahaman saya masih dangkal, saya hanya punya tekad -> "Aku kan dari MI, Jilbabku ini udah bener, nggak boleh lepas. Aku harus kasih contoh". Tapi tekad nggak cukup, saya mulai berpikir kenapa sih saya harus berjilbab? Sedangkan saat itu saya sedang futur (turunnya iman) karena lingkungan SMP yang sangat berbeda dengan MI. Saya malu, dalam keadaan begini, saya berjilbab tapi ibadah menurun.. Boro-boro tilawah, sholat fardhu saja masih bolong-bolong. Sungguh, saya malu dengan Allah, malu karena saya seakan-akan berkhianat. Ada sedikit kesadaran disana..

Di SMA, saya niatkan untuk ikut rohis. Waktu itu saya masih berjilbab seperti banyak remaja yang katanya 'gaul' -> jeans pensil, kaos ketat, dan jilbab pendek dan tidak syar'i. Saya hanya paham kalau jilbab itu menutup dan rapat. Di rohis, bergaul dengan teman-teman yang sholihah (kebetulan rohis angkatan saya jumlahnya jauh dari tahun lalu dan memang perempuan semua) saya belajar tentang bagaimana berjilbab yang syar'i, dan menjadi paham apa fungsi dari jilbab sesungguhnya yang tak lain adalah melindungi kehormatan dan harga diri wanita itu sendiri. Seperti yang jelas tercantum dalam QS.Al-Ahzab: 59



Artinya: Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Ya, saya sadar.. Saya bukan anak SD lagi, semakin dewasa bentuk tubuh wanita berubah dan bisa mengundang ketertarikan lawan jenis yang bukan pada tempatnya. Pelan-pelan saya mengubah penampilan, menyingkirkan baju-baju 'seksi' dan menggantinya dengan rok, celana panjang biasa yang tidak ketat, baju yang longgar, dan jilbab yang menutup dada tentunya.



Sekarang ini walaupun belum 100% sempurna, Insya Allah saya tetap menjaga untuk terus membenahi diri agar tetap syar'i dalam berjilbab. Dan dari jilbab itu pula saya belajar menata hati untuk bersikap menjadi muslimah yang baik.


Nah, ukhti.. Dalam berjilbab, memang harusnya kita siap. Namun ketidaksiapan atau perasaan masih kurang iman bukan berarti menjadi penghalang. Yang terpenting adalah proses menuju yang terbaik.. Karena "Jilbab akan memperkuat imanmu, dan iman itu akan memperteguh jilbabmu".



So, untuk kalian yang sudah berjilbab yuk kita koreksi dan benahi jilbab kita. Dan bagi yang baru berniat, jangan ragu lagi untuk berjilbab, karena jilbabmu adalah harga dirimu. :)


Keep Istiqomah! ^^

Wassalamu'alaikum..