Banyak dari kita tidak memanfaatkan waktu dengan baik. Mungkin bukan karena tidak tahu akan tujuan, harapan atau cita-cita. Bukan juga dengan sengaja mengabaikannya dan dengan santainya menanti apa yang akan terjadi. Tapi lebih pada hilangnya "kesadaran diri akan kesempatan yang jelas ada dalam hidup ini". Atau banyak juga yang sadar, namun tak juga menyadari apa yang harus dilakukan.
Sebenarnya kita hanya perlu melakukan yang terbaik yang bisa kita lakukan, kapan pun, dimana pun dan dalam kondisi apa pun. Alasannya simpel, hidup ini ibarat sebuah jalan yang asing. Kita tidak pernah tahu apa yang ada di ujung jalan ini, apa yang akan terjadi di masa depan. Tapi faktanya segala hal positif yang kita temukan di jalan itu dapat menuntun kita ke arah yang baik. Ya, apa yang kita lakukan hari ini bisa jadi akan sangat mempengaruhi kehidupan kita di masa mendatang.
Well, saya beri contoh nyata saja.. Saya seorang siswi di sebuah SMA Negeri. Saya pernah memiliki cita-cita untuk melanjutkan kuliah di Universitas di Jakarta, dan mimpi itu seketika hancur lebur ketika ayah saya mengharuskan saya menjadi seorang akuntan dan kuliah di sekolah ikatan dinas. Waktu itu kakak saya pun sudah 'dipaksa' juga, dia diterima di sana dan alhamdulillah sekarang sudah ikhlas walaupun awalnya tidak bisa menerima sepenuh hati.
Sedangkan saya yang waktu itu masih kelas XI, pasrah saja seolah tidak ada kesempatan untuk mengelak, mengingat ayah saya orangnya keras. Disadari atau tidak, pemaksaan itu membuat saya menjadi tidak maksimal dalam belajar. Ya, saya pikir untuk apa pula nilai rapor saya bagus? Toh rapor saya tidak akan berguna untuk mendaftar di sekolah tersebut. Selain itu saya pun menjadi lebih mencurahkan tenaga dan pikiran untuk rohis sekolah dan konsentrasi mengikuti suatu ajang perlombaan tahunan.
Awal kelas XII, sekolah ikatan dinas yang niatnya akan saya masuki ternyata hanya membuka untuk tingkat D-1. Ayah saya kaget, nyatanya sekolah seperti itu memang mengikuti permintaan dan kebutuhan pemerintah. Saat itu saya menjadi semangat dan melakukan 'negosiasi' dengan ayah saya. Kalau saya bisa memenangkan perlombaan yang saya ikuti di tingkat nasional, beliau mengizinkan saya sekolah di jurusan yang saya inginkan, tapi dengan syarat harus 'murah' dan harus di Universitas di kota Jogja/Solo.
Alhamdulillah dengan perjuangan keras, sesuai perjanjian, ayah saya akhirnya memberikan restu untuk kuliah di jurusan yang saya inginkan. Jalur undangan (dulunya PMDK) terbuka lebar untuk saya. Tapi, rasanya ingin menangis saja. Saya sudah menghancurkan nilai rapor kelas XI. Padahal Allah telah membuka jalan untuk saya meraih harapan saya. Tentu bukan salah ayah saya yang menginginkan saya menjadi seorang akuntan. Saya sendiri saja yang tidak sadar bahwa hidup ini memiliki banyak celah untuk kita meraih mimpi.
Singkat cerita, dengan harap-harap cemas saya membulatkan tekad untuk mendaftarkan diri. Walaupun belum pengumuman, sambil terus berdo'a saya mencoba terus belajar keras dan menanamkan mindset kemungkinan terburuk untuk mengikuti tes tertulis. Belajar dari pengalaman, saya bertekad tidak akan mengulangi kebodohan saya lagi atau berpaling dari kesempatan yang jelas terpampang di depan mata.
Semoga pengalaman saya bisa menjadi pelajaran untuk kita semua. Aamiin..
Yuk, kita sadari dan manfaatkan betul-betul kesempatan yang ada dalam hidup ini.
It's true that "Experience is The Best Teacher"