Sabtu, 05 Oktober 2013

Bacalah..


Sejak kecil saya suka membaca, suka sekali. Anak-anak di rumah saya berlangganan berbagai macam majalah. Mulai dari saudara sepupu berlangganan Bobo, kakak saya berlangganan Donal Bebek, saya berlangganan majalah Ina dan adik saya Ino lalu juga XY-Kids, kami juga sering berebut ketika Pak Joko (pengantar koran dan majalah) memberikan bonus majalah Junior.

Berlangganan majalah dilakukan sebagai strategi ayah saya untuk menumbuhkan minat baca kami. Ya, memang kemudian hobi saya adalah membaca. Saya membaca majalah, buku, dan apapun yang bisa dibaca. Bacaan saya pun beragam dan berkembang mulai dari majalah anak-anak, buku cerita dongeng, novel Indonesia, novel terjemahan, novel bahasa Inggris, dari fiksi hingga non fiksi, majalah Intisari, buku psikologi, buku tentang islam dan lain sebagainya.

Membaca memang menjadi salah satu bentuk aktivitas yang biasa saya lakukan untuk melepas penat. Seringkali ketika SMP dan SMA (perpustakaan SD belum lengkap), saya betah bertahan berjam-jam sepulang sekolah hingga sore hari demi menyelesaikan 1 judul buku, atau seringkali meminjam 3 buku sekaligus untuk dikembalikan 1 minggu ke depan.

Saya tidak suka menonton TV ataupun film. Mungkin hanya beberapa acara saja yang saya memang suka, dan itu hampir kurang dari 1 jam per harinya. Saya lebih suka mengurung diri di kamar atau di ruang santai membaca buku atau menulis. Saya pun mengoleksi beberapa buku seperti tetralogi Laskar Pelangi, beberapa buku Harry Potter, dan lain-lain. Saya selalu bermimpi untuk memiliki perpustakaan sendiri, dan menjadi penulis yang bisa menghasilkan karya-karya hebat, berbagi ilmu dan menginspirasi banyak orang.

Tapi entah mengapa hobi membaca saya perlahan mulai terkikis begitu saya masuk ke dunia perkuliahan. Entahlah, mungkin karena saya masuk ke fakultas kedokteran yang notabene buku-bukunya begitu tebal sehingga itu menjadi tuntutan untuk belajar. Begitu pula waktu yang seolah memaksa saya untuk mengalokasikannya demi hal-hal lain. Atau karena apa? Saya sendiri tidak yakin. Yang jelas saya merasa hampa, ada yang hilang setahun ke belakang..

Saya sadari itu baru akhir-akhir ini.. Padahal jika diflashback kembali, apa yang saya dapatkan selama setahun ini bukannya menjadikan waktu saya bermanfaat. Mungkin saya pikir membaca buku akan menyita waktu cukup lama seperti yang biasa saya lakukan dulu. Tapi justru lebih menjadi tidak bermakna ketika saya mencoba menghibur diri di sela-sela waktu luang dengan cara yang lain. Saya renungi dan ingat betul betapa saya senang membaca kala itu, saya menjadi berpikir tentang banyak hal dari buku-buku yang saya baca, wawasan bertambah, waktu produktif dan hidup rasanya lebih indah dan optimis.

Saya merasa tertampar. Walau onset penyadaran itu tak serta merta membuat saya menjadi gemar membaca kembali begitu saja. Tapi rasanya semangat itu perlahan mulai muncul, semangat yang muncul ketika kita benar-benar paham akan urgensi suatu hal. Seseorang pernah mengatakan kepada saya bahwa ayat pertama yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad adalah Al-Alaq ayat 1-5 

"Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan"

"Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah"

"Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Mahamulia"

"Yang mengajar (manusia) dengan pena"

"Dia mengajar manusia apa yang tidak diketahuinya"

Maka cukup ayat itu menjadi alasan mengapa saya harus membaca... dan juga menulis, untuk mengikat ilmu dan menyebarkannya.

Kalau dipikir lagi, memang menuntut ilmu itu wajib hukumnya. Seorang muslim harus cerdas, seorang muslim harus menebar manfaat. Sama halnya di bidang kedokteran, perlu ada dokter-dokter muslim yang berjuang di bidang kesehatan demi kemaslahatan umat. Tapi ada yang lebih utama dari itu, yaitu mempelajari ilmu agama. Itulah yang sedang saya coba tekankan terutama pada diri saya sendiri. Terutama karena saya dan banyak teman saya, mungkin ukhti juga mengemban amanah sebagai seorang murabbi.

Ya, itu salah satu dari banyak hal lain yang menyulut semangat saya kembali. Amanah ini begitu berat memang. Apa yang harus diberikan kepada binaan jika kita tidak berilmu? Sedangkan untuk saya sendiri, apa yang saya berikan bukanlah materi kedokteran. Tapi lebih dari itu, dakwah islam. Apa jadinya jika seorang pembina tidak mau membina dirinya sendiri? Salah satu cara membina diri sendiri yang paling ampuh (menurut saya) adalah dengan membaca. Semakin kita membaca semakin kita berilmu. Semakin kita membaca buku-buku tentang islam dan dakwah, semakin kita tahu medan perjuangan dan semakin sadar pula betapa jalan ini begitu panjang dan terjal.. Tidak mudah memang memperjuangkan kebenaran, tapi itulah yang harus dilakukan oleh setiap kita.

Untuk itu ukhti.. Bacalah, bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan..