Sejak kecil saya suka membaca,
suka sekali. Anak-anak di rumah saya berlangganan berbagai macam majalah. Mulai
dari saudara sepupu berlangganan Bobo, kakak saya berlangganan Donal Bebek, saya
berlangganan majalah Ina dan adik saya Ino lalu juga XY-Kids, kami juga sering
berebut ketika Pak Joko (pengantar koran dan majalah) memberikan bonus majalah
Junior.
Berlangganan majalah dilakukan
sebagai strategi ayah saya untuk menumbuhkan minat baca kami. Ya, memang
kemudian hobi saya adalah membaca. Saya membaca majalah, buku, dan apapun yang
bisa dibaca. Bacaan saya pun beragam dan berkembang mulai dari majalah
anak-anak, buku cerita dongeng, novel Indonesia, novel terjemahan, novel bahasa
Inggris, dari fiksi hingga non fiksi, majalah Intisari, buku psikologi, buku
tentang islam dan lain sebagainya.
Membaca memang menjadi salah satu
bentuk aktivitas yang biasa saya lakukan untuk melepas penat. Seringkali ketika
SMP dan SMA (perpustakaan SD belum lengkap), saya betah bertahan berjam-jam
sepulang sekolah hingga sore hari demi menyelesaikan 1 judul buku, atau
seringkali meminjam 3 buku sekaligus untuk dikembalikan 1 minggu ke depan.
Saya tidak suka menonton TV
ataupun film. Mungkin hanya beberapa acara saja yang saya memang suka, dan itu
hampir kurang dari 1 jam per harinya. Saya lebih suka mengurung diri di kamar
atau di ruang santai membaca buku atau menulis. Saya pun mengoleksi beberapa buku seperti
tetralogi Laskar Pelangi, beberapa buku Harry Potter, dan lain-lain. Saya selalu
bermimpi untuk memiliki perpustakaan sendiri, dan menjadi penulis yang bisa
menghasilkan karya-karya hebat, berbagi ilmu dan menginspirasi banyak orang.
Tapi entah mengapa hobi membaca
saya perlahan mulai terkikis begitu saya masuk ke dunia perkuliahan. Entahlah,
mungkin karena saya masuk ke fakultas kedokteran yang notabene buku-bukunya
begitu tebal sehingga itu menjadi tuntutan untuk belajar. Begitu pula waktu
yang seolah memaksa saya untuk mengalokasikannya demi hal-hal lain. Atau karena
apa? Saya sendiri tidak yakin. Yang jelas saya merasa hampa, ada yang hilang
setahun ke belakang..
Saya sadari itu baru akhir-akhir ini..
Padahal jika diflashback kembali, apa yang saya dapatkan selama setahun ini
bukannya menjadikan waktu saya bermanfaat. Mungkin saya pikir membaca buku akan
menyita waktu cukup lama seperti yang biasa saya lakukan dulu. Tapi justru lebih
menjadi tidak bermakna ketika saya mencoba menghibur diri di sela-sela waktu
luang dengan cara yang lain. Saya renungi dan ingat betul betapa saya senang
membaca kala itu, saya menjadi berpikir tentang banyak hal dari buku-buku yang
saya baca, wawasan bertambah, waktu produktif dan hidup rasanya lebih indah dan
optimis.
Saya merasa tertampar. Walau
onset penyadaran itu tak serta merta membuat saya menjadi gemar membaca kembali
begitu saja. Tapi rasanya semangat itu perlahan mulai muncul, semangat yang
muncul ketika kita benar-benar paham akan urgensi suatu hal. Seseorang pernah
mengatakan kepada saya bahwa ayat pertama yang diturunkan oleh Allah kepada
Nabi Muhammad adalah Al-Alaq ayat 1-5
"Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan"
"Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah"
"Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Mahamulia"
"Yang mengajar (manusia) dengan pena"
"Dia mengajar manusia apa yang tidak diketahuinya"
Maka cukup ayat itu menjadi alasan
mengapa saya harus membaca... dan juga menulis, untuk mengikat ilmu dan menyebarkannya.
Kalau dipikir lagi, memang
menuntut ilmu itu wajib hukumnya. Seorang muslim harus cerdas, seorang muslim
harus menebar manfaat. Sama halnya di bidang kedokteran, perlu ada
dokter-dokter muslim yang berjuang di bidang kesehatan demi kemaslahatan umat.
Tapi ada yang lebih utama dari itu, yaitu mempelajari ilmu agama. Itulah yang
sedang saya coba tekankan terutama pada diri saya sendiri. Terutama karena saya
dan banyak teman saya, mungkin ukhti juga mengemban amanah sebagai seorang
murabbi.
Ya, itu salah satu dari banyak
hal lain yang menyulut semangat saya kembali. Amanah ini begitu berat memang. Apa
yang harus diberikan kepada binaan jika kita tidak berilmu? Sedangkan untuk
saya sendiri, apa yang saya berikan bukanlah materi kedokteran. Tapi lebih dari
itu, dakwah islam. Apa jadinya jika seorang pembina tidak mau membina dirinya
sendiri? Salah satu cara membina diri sendiri yang paling ampuh (menurut saya)
adalah dengan membaca. Semakin kita membaca semakin kita berilmu. Semakin kita
membaca buku-buku tentang islam dan dakwah, semakin kita tahu medan perjuangan dan
semakin sadar pula betapa jalan ini begitu panjang dan terjal.. Tidak mudah memang
memperjuangkan kebenaran, tapi itulah yang harus dilakukan oleh setiap kita.
Untuk itu ukhti.. Bacalah,
bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan..